Menggali Nilai Kearifan Lokal Lewat Sesaji dan Prosesi Tradisi Nyadran di Desa Ngepringan Kabupaten Sragen Relevansinya Sebagai Materi Ajar Bahasa Jawa Kelas XI SMK
DOI:
https://doi.org/10.20961/imscs.v1i1.479Keywords:
Nilai Kearifan Lokal, Nyadran, Materi ajar bahasa jawaAbstract
Abstract: In Central Java, precisely in Ngepringan Village, Sragen Regency, there is an earth alms ritual ceremony called nyadran ceremony which is usually identified with visiting the grave and nyekar, however, nyadran carried out in Ngepringan is a ritual of gratitude after the harvest. Nyadran is one of the Javanese cultures that until now is still carried out regularly every year, remembering the Javanese saying: manungsa aja lali wetone. Mula elinga marang wong-wong tuawa senajan wisha swarga. The procession of the nyadran ceremony requires various offerings that have philosophical meanings. The purpose of the author conducting research on the nyadran ceremony ritual is because the philosophical meaning contained in the offerings and procession of nyadran and the values contained in the ceremony can be used as Javanese language learning materials in schools. The method used in this research is descriptive qualitative method. The result of this research is to explain the history of the birth of the Nyadran ritual in the background of the arrival of Mangkubumi prince to Ngepringan Village and the value of local wisdom contained in the offerings and Nyadran procession. The Nyadran ritual ceremony is held once a year on Sunday pon in the dry season. The determination of the day has a meaning as a tribute to the ancestors and the villageyang. Nyadran in Ngepringan Village is unique from nyadran in other areas, if in other areas the nyadran ritual is held in the month of muharram or sa'ban as a tribute to the holy month of Ramadan, nyadran in this village is a symbol of gratitude. Nyadran is carried out twice a day, namely at the grave of the ancestor and secondly at the grave of mbah gedhong as the village danyang.
Abstrak: Di Jawa Tengah tepatnya di Desa Ngepringan Kabuapten Sragen terdapat upacara ritual sedekah bumi yang disebut dengan upacara nyadran biasanya diidentikkan dengan berkunjung ke makam dan nyekar, namun demikian nyadran yang dilaksanakan di Ngepringan merupakan ritual wujud dari rasa syukur setelah panen raya. Nyadran adalah salah satu kebudayaan Jawa yang sampai saat ini masih dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya mengingat pepatah orang Jawa: manungsa aja lali wetone. Mula elinga marang wong-wong tuwa senajan wis padha swarga. Prosesi upacara nyadran memerlukan berbagai ubarampe sesaji yang memiliki kandungan makna filosofis. Tujuan penulis melakukan penelitian ritual upacara nyadran dikarenakan makna filosofis yang terdapat pada sesaji dan prosesi nyadran serta nilai-nilai yang terkandung dalam upacara tersebut bisa dijadikan sebagai meteri pembelajaran bahasa Jawa di sekolah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah menjelaskan sejarah lahirnya ritual nyadran dilatar belakangi datangnya pangeran Mangkubumi ke Desa Ngepringan serta nilai kearifan lokal yang terkandung dalam sesaji serta prosesi Nyadran. Upacara ritual nyadran dilaksanakan sekali dalam setahun pada hari minggu pon dimusim kemarau. Penentuan hari tersebut memiliki makna sebagai penghormatan pada leluhur danyang desa. Nyadran yang dilaksanakn di Desa Ngepringan memiliki keunikan dengan nyadran yang dilakukan di daerah lain, jika di daerah lain ritual nyadran dilaksanakan pada bulan muharram atau sa’ban sebagai penghormatan bulan suci ramadhan, nyadran di desa ini perwujudan simbol rasa syukur. Nyadran dilaksanakan dua kali dalam sehari, yakni di makam leluhur dan kedua di makam mbah gedhong sebagai danyang desa.
References
Anam, Chaerul. 2017. Tradisi Sambatan Dan Nyadran Di Dusun Suruhan. Sabda. 12 (1): 77-84.
Hartoyo. 2017. The Study Of The Social Realities Of The Nyadran Tradition Among Fishing Communities. International Journal of Information Research and Review. 4 (4): 3994-4000)
Isyanti. 2007. Tradisi Merti Bumi Suatu Refleksi Masyarakat Agraris. Jantra: Jurnal Sejarah dan Budaya: 11-21
Maryaeni. 2008. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara
Moleong, lexy. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pardi (70 tahun)
Purwadi. 2005. Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Sangadji, Faizal Ardiansyah , Jenny Ernawati dan Agung Murti Nugroho. 2015. Kajian Ruang Budaya Nyadran Sebagai Entitas Budaya Nelayan Kupang di Desa Balongdowo – Sidoarjo. Jurnal RUAS. 13 (1): 1-13
Sugiyono. 2011.Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif Dan R&D.Bandung: Alfabeta.
Suparno (65 tahun)
Susanto, Muhamad Arif. 2015. Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang. Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Jawa UMP. 6 (5): 13-19